Kamis, 03 Juni 2010

BUKU KITA DI NEGERI JIRAN

Jika melihat angka jumlah penduduknya, negeri ini adalah pasar yang besar bahkan untuk penerbitan buku. Tapi kita tahu persis hal ini: jumlah pembaca buku hanya sebagian kecil saja dari jumlah penduduk yang lebih dari 200 juta orang itu --setelah "dikorting" dengan jumlah mereka yang belum atau tak bisa membaca. Banyak penyebabnya.

Tetapi soal penyebab itu sudah luas dibahas dan sejauh ini memang belum ada perubahan berarti. Yang menarik, dan karenanya Ruang Baca kali ini memilih untuk menuliskannya, adalah perluasan pasar bagi buku- buku kita yang terjadi berkat meningkatnya tren "impor" bukubuku terbitan Indonesia oleh penerbit di Malaysia, tetangga kita yang berbahasa ibu serumpun dengan bahasa Indonesia. Kata "impor" sengaja diletakkan di antara tanda petik, sebab yang terjadi bukan sepenuhnya impor --bahwa penerbit di Malaysia memasukkan buku Indonesia dalam wujud aslinya, secara fisik. Yang sebenarnya berlangsung adalah penerbit di Malaysia membeli hak penerjemahan.

Dari situ bisa dipahami bahwa akan ada pengalihbahasaan. Atau, dengan kata lain, kenyataan bahwa kedua negara itu berbahasa serumpun sama sekali tak serta-merta berarti bahasa yang berlaku di satu negara bisa langsung dipahami oleh pembaca di negara yang lain.

Apa yang terjadi itu mungkin sedikit mengurangi optimisme sudut pandang tentang perluasan pasar, atau ekspansi daya jangkau. Sebab, bagaimanapun, perpindahan bukubuku itu tak langsung; pembaca tidak membeli dan membaca versi aslinya.

Hal itu berbeda dengan, misalnya, buku berbahasa Inggris yang diterbitkan, katakanlah, di Tristan dan Cunha, pulau terpencil di antara Cape Town, Afrika Selatan, dan Buenos Aires, Argentina. Peluang buku itu untuk dibaca oleh jauh lebih banyak orang dalam versi orisinalnya, kalaupun ada, lebih besar, bukan saja di lingkungan negara berbahasa Inggris, melainkan juga pembaca di negara- negara lain yang memahami bahasa Inggris. Atau sebutlah karyakarya Derek Walcott, penyair, dramawan, dan penulis dari St. Lucia, negara pulau di Laut Karibia, yang mendunia --dan kemudian membuat Walcott masuk ke jajaran para pemenang Nobel untuk sastra.

Tetapi, apa pun, meningkatnya gairah pembelian hak penerjemahan buku-buku Indonesia oleh penerbit di Malaysia, harus diakui, merupakan perkembangan yang sulit untuk tidak membuat bungah. Akan lebih bagus lagi bila dari perkembangan demikian ini bertambah pula golongan penikmat buku yang, seperti kata William Lyon Phelps, seorang pengarang dari Amerika Serikat, membaca untuk mengingat dan mencerap isi buku yang mereka baca, bukan yang sebaliknya.

Di luar itu, paling tidak bagi penerbit, ada tambahan penopang untuk tetap melanjutkan usahanya -- beroperasi, meningkatkan produksi, dan barangkali juga berekspansi, yang ujung-ujungnya adalah manfaat bagi pembaca buku. Syukur-syukur bila daftar pengimpornya bertambah.
sumber:http://www.ruangbaca.com

0 komentar:

Posting Komentar