Kamis, 08 April 2010

Ensiklopedi Kecil Tentang NU


Sebelum putranya lahir, Ny. Halimah sudah yakin, kelak putranya akan menjadi orang hebat. Selain kandungannya mencapai 14 bulan, yang dalam kepercayaan masyarakat Jawa diyakini anaknya akan cerdas, ia juga bermimpi bulan perunama jatuh dari langit dan menimpa perutnya. Dugaan itu semakin menguat manakala putranya telah lahir, dan pada masa kecilnya menunjukkan sifat kepemimpinan. Putra pasangan Ny. Halimah dan Kiai Asy’ari itu seringkali bertindak sebagai penengah dalam setiap permainan. Sementara kalau mendapati salah seorang temannya ada yang melanggar aturan permainan, dia tidak segan-segan menergurnya.

Itulah sekelimit kisah masa kecil Hadratus Syeikh Hasyim Asy’ari, Rais Akbar Jami’iyah Nahdlatul Ulama (NU), organisasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia yang berdiri pada 31 Januari 1926 M di Surabaya.

Latar belakang berdirinya NU sendiri tidak terlepas dengan perkembangan pemikiran keagamaan dan politik dunia Islam kala itu, yakni lahirnya gerakan Wahabi yang melarang segala bentuk amaliah kaum Sunni. Tujuan NU didirikan adalah untuk melestarikan, mengembangkan dan mengamakan ajaran Islam Ahlussunah Waljamaah. Dengan menganut salah satu dari empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali) NU mendasarkan paham keagamaannya kepada sumber ajaran Islam: Al-Qur’an, as-Sunnah, al-Ijma’ (kesepakatan para Sahabat dan ulama), dan al-Qiyas (analogi). Sementara dalam pendekatan dakwahnya NU lebih banyak mengikuti dakwah model Wlisongo, yaitu menyesuaikan dengan budaya masyarakat setempat dan tidak mengandalkan kekerasan. 


Secara garis besar pendekatan masyarakat NU dapat dikatergorikan menjadi tiba bagian. Pertama, Tawassuth dan I’tidal, yaitu sikap moderat yang berpijak pada prinsip keadilan serta berusaha menghindari segala bentuk pendekatan dengan tatharruf (ekstrim). Kedua, Tasamuh, sikap toleran yang berintikan penghargaan terhadap perbedaan pandangan dan kemajemukan identitas budaya masyarakat. Ketiga, Tawazun, sikap seimbang dalam berkhidmat demi terciptanya keserasian hubungan antara sesama umat manusia dan antara manusia dengan Allah Swt. Karena prinsip dakwahnya yang model Walisongo tersebut NU dikenal sebagai pelopor kelompok Islam moderat.
Buku Antologi NU; Sejarah, Istilah, Amaliah, Uswah ini memberikan gambaran yang rinci dan lengkap seputar sepak terjang NU sejak awal berdirinya yaitu pada masa KH. Hasyim Asy'ari hingga masa sekarang, yaitu era kepemimipinan KH. Hasyim Muzadi.


Pada tahun-tahun awal berdirinya (1926-1942), perjuangan NU dititik beratkan pada penguatan paham Ahlussunah Waljama’ah terhadap serangan penganut ajaran Wahabi. Di antara program kerjanya adalah menyeleksi kitab-kitab yang.tidak sesuai dengan ajaran Ahlussunah Waljamaah. Pada masa itu, NU merupakan sebuah "jam’iyyah diniyyah" murni (independen). Tetapi pada perkembangannya, tepatnya pada tahun 1952 bersamaan dengan Mu’tamar NU ke- 19 di Palembang NU kemudian menjadi partai politik sendiri. Kekuatan NU yang sebelumnya tidak diperhitungkan, ternyata muncul sebagai kekuatan sangat besar pada pemilu 1955, menduduki peringkat ketiga setelah PNI dan Masyumi. 


Sepak terjang NU dalam dunia politik mulai terganjal mulai oleh Pemerintahan Orde Baru (Orba) yang pada tahun 1973 ‘menertibkan’ partai peserta pemilu. Dalam kancah politik maupun pemerintahan, para tohoh NU benar-benar dipinggirkan oleh pemerintahan Orba. Bahkan, pada pemilu 1977 dan 1982 banyak tokoh NU yang masuk penjara dengan aneka tuduhan. 


Setelah malang melintang di dunia politik praktis selama 32 tahun NU memutuskan kembali ke jati dirinya pada Muktamar NU ke-27 di Situbondo tahun 1984. Peristiwa itu dikenal dengan istilah kembali ke Khitah 1926, yakni kembalinya NU ke jami’iyah diniyah (organisasi keagamaan) yang mengurusi dakwah dan pendidikan. Namun, ketika terjadi euforia pasca jatuhnya Soeharto (1998) pertanda dibukanya keran Demokrasi, NU kembali terjun dalam politik praktis dengan membentuk Partai Kebangkitan Bangsa sebagai kendaraan politiknya. Menjadi satu kebanggaan warga NU ketika KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), cucu pendiri resmi NU itu, terpilih sebagai Presiden RI keempat (1999). Tapi Gus Dur harus rela turun setelah impeachment dijatuhkan oleh DPR pada 2003. Peristiwa itu kembali menyadarkan para pengurus NU akan komitmennya untuk kembali ke Khitah, yang kemudian diteguhkan kembali dalam Muktamar ke- 31 di Donohudan, Solo (2004). 


Hingga sekarang memang masih banyak tokoh-tokoh NU yang berkecimpung dalam politik praktis, dan itu sah-sah saja. Hanya saja, NU kini mencoba menjaga jarak dengan sesama partai politik, dan lebih mengurusi pendidikan serta lebih menekuni kegiatan dakwah kemasyarakatan. NU mulai sibuk kembali membenahi sekolah-sekolah dan rumah sakit sakit-rumah sakitnya yang telah lama terabaikan.
Sebagai organisasi yang tua, hampir mencapai usia 82 tahun, NU telah melahirkan banyak istilah yang khas. Istilah-istilah khas NU itu sebagian terkait dengan nama kebijakan atau keputusan yang pernah dikeluarkan oleh NU. Dalam buku ini terdapat 57 istilah khas NU yang dijelaskan arti dan sejarah lahirnya istilah-istilah tersebut.


Selain itu, buku ini juga menjabarkan beragam budaya dan amaliah warga NU. Sebuah budaya dan amaliyah yang beberapa di antaranya ditentang dan dianggap bid’ah (sesat) oleh penganut ajaran Islam lain. Hizib, haul, istighasah, kitab kuning, laduni, qunut, siwak, tawassul, terbangan, tingkepan, tirakat, ziarah kubur, untuk menyebut beberapa di antaranya. 


Buku ini juga menyuguhkan kisah hidup 49 tokoh NU yang mungkin dapat dijadikan teladan dan diambil pelajaran dari padanya (uswah). Mereka yang terekam dalam buku ini, mulai dari pemberi restu, pendiri, pejuang, penegak, pembaharu, hingga pelestari, merupakan orang yang memiliki peranan yang cukup besar dalam merintis dan mengawal perjalanan NU. Memang masih banyak tokoh NU, khususnya yang muda, tidak diulas dalam buku ini. Meski begitu perjalanan hidup 49 tokoh NU dalam buku ini kiranya sudah cukup dapat mewakili tokoh-tokoh lain yang tidak dimasukkan. 


Layak kiranya kalau buku yang merangkum sejarah, istilah, amaliah, dan uswah NU ini disebut sebagai ensiklopedi kecil tentang NU. Membaca buku ini dan mengamati foto-foto berupa peristiwa-peristiwa penting seputar kegiatan NU dan para tokoh NU yang terdapat di sana, pembaca akan mendapat gambaran utuh tentang NU. Buku ini patut di baca, bukan saja oleh warga NU, tetapi siapa saja yang ingin tahu lebih dalam tentang NU.
Judul Buku    : Antologi NU ; Sejarah, Istilah, Amaliah, Uswah
Penulis           : H. Soeleiman Fadeli & Mohammad Subhan, S.Sos
Penerbit         : Khalista, Surabaya
Cetakan          : I, 2007
Tebal buku    : xviii+ 322 Halaman (hard cover)
Peresensi        : Jusuf AN*)

0 komentar:

Posting Komentar